KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Solawat serta salam
tidak lupa tercurahkan kepada Rasulullah SAW. beserta keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Amir Fadhilah, S.
Sos. M.Si. sekalu dosen Civic
Education yang membimbing kami dalam pengerjaan karya ilmiah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
seluruh sumber yang menjadi pelengkap karya ilmiah kami.
Karya ilmiah tentang kewarganegaraan bisa dijadikan
pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai
mahasiswa, karena karya ilmiah ini sangat penting dalam mengetahui status
kewarganegaraan seorang warga. Karya ilmiah yang kami buat ini dapat dijadikan
sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah
kewarganegaraan dalam kehidupan bernegara.
Kami
sadar, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan karya
ilmiah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan
kami, semoga karya ilmiah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran
tersendiri bagi generasi muda bahwa kita juga dapat memahami dan mengetahui
apa pengertian dari kewarganegaraan, serta memberi pengetahuan tentang hak dan
kewajiban sebagai warga negara.
Jakarta,
September 2012
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………………………ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………….iii
Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………..1
1.1 Latar
Belakang…………………………………………………..1
1.2 Rumusan
Masalah……………………………………………….2
1.3 Tujuan
Penelitian…………………………………………..........2
1.4 Manfaat
Penelitian……………………………………………….2
1.5 Metode
Penulisan………………………………………………...2
Bab 2 Pembahasan…………………………………………………………3
2.1 Kewargaranegaraan………………………………………………3
2.1.1
Pengertian Kewargaranegaraan
2.1.2
Warga Negara Indonesia
2.2 Kedudukan
Warga Negara di Negara Indonesia……………..….6
2.2.1
Persamaan
Kedudukan Warga Negara
2.2.2 Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa
Membeda-bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan, Budaya dan Suku
Bab 3 Penutup……………………………………………………………12
1. Kesimpulan………………………………………………….….12
2. Saran……………………………………………………………13
Daftar Pustaka……………………………………………………………………15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, Yang pokok adalah bahwa
setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan,
sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak
berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh
membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah
sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern
untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di
samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses
pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Indonesia sebagai negara yang pada
dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk
mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh
banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang
memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di
Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini
sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai
dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat
dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa,
bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai
orang asing sama sekali.
1
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apakah
pengertian dari kewarganegaraan ?
b. Apakah
asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
c. Apakah
tugas dan kewajiban warga negara ?
1.3
Tujuan
Penelitian
a. Memenuhi salah satu tugas mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
b. Menambah pengetahuan tentang pendidikan kewarganegaraan
c. Membahas secara sederhana peranan warga negara
1.4
Manfaat
Penelitian
a.
Pendidikan
Makalah tentang kewarganegaraan bisa dijadikan
pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai
mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui status
kewarganegaraan seorang warga.
b.
Sosial
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan
sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah
kewarganegaraan dalam kehidupan bernegara.
1.5
Metode
Penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini
dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan
buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan
diselesaikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kewargaranegaraan
2.1.1
Pengertian Kewargaranegaraan
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang
dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa
hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan
yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor
dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan
merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di dalam pengertian ini,
warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga
kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,
kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan
memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan
memiliki kemiripan dengan kebangsaan (nationality). Yang membedakan adalah
hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki
kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan
subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak
berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik
tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di
bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan
kewajiban. Dalam filosofi “kewarganegaraan aktif”, seorang warga negara
disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui
partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan
serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini
muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (Civics) yang diberikan di
sekolah-sekolah.
3
2.1.2
Warga Negara Indonesia
Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang
yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini
akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau Provinsi,
tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan
nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah
berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan
oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan
dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan
Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia
(WNI) adalah :
1. Setiap
orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
2. Anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI
dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI
dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang
diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada
waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya
9. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila
ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya
4
11. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari
ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan
permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
:
1. Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia
18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing
2. Anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara
sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
4. Anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi
seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:
- Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
- Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
5
Di
samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan
pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya
lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat
menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang,
asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan
terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan
secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin
sampai usia tersebut.
Dari
UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas
kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin
8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).
2.2
Kedudukan
Warga Negara di Negara Indonesia
Dapat dikatakan bahwa proses
kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i)
kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii)
kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’,
dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by
registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam
rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia,
sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status
kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim
dipahami selama ini.
6
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia
juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan
kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu,
bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan
negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi
tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keturunan
mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara
registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses
naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu
sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun
sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan
seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan
Indonesia.
Lagi
pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena
kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil,
ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin
melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau
alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang
penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status
kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing
alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain.
Yang
pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan
status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’
atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara
tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus.
Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara
modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu,
di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses
pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
7
Di
samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan
adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius
soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang
tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang
menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan
internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan
perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya
dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus
‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah
terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan
sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut
dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia
sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur
kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip
kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun
hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut,
sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai
kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses
naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama
sekali.
2.2.1
Persamaan
Kedudukan Warga Negara
a.
Landasan yang Menjamin Persamaan Kedudukan
Warga Negara
1. Makna Persamaan
Saling menghargai dan menghormati orang
lain tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)
8
2. Jaminan Persamaan Hidup (Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa Indonesia
yang dapat dilestarikan :
®
Nilai Religius
®
Nilai Gotong Royong
®
Nilai Ramah Tamah
®
Nilai Cinta Tanah Air
3. Jaminan Persamaan Hidup dalam Konstitusi
Negara
Jaminan persamaan hidup warga Negara di
dalam konstitusi negara adalah :
®
Pembukaan UUD 1945 alinea 1
®
Sila-sila Pancasila
®
UUD 1945 dan peraturan peundangan
lainnya
b.
Berbagai Aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga
Negara
1. Bidang Politik
®
Kewajiban bela negara terhadap
keberadaan dan kelangsungan NKRI
®
Pengembangan sistem politik nasional
yang demokratis, termasuk penyelenggaraan pemilu yang berkualitas.
®
Meningkatkan partai politik yang
mandiri dengan pendidikan kaderisasi yang intensif dan komprehensif.
®
Memperketat dan menetapkan prinsip
persamaan dan antidiskriminasi dalam kehidupan masyarakat bangsa dan negara.
2. Bidang Ekonomi
®
Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan dalam lapangan kerja atau perbaikan taraf hidup ekonomi dan
menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
darma baktinya yang diberikankepada masyrakat, bangsa, dan Negara.
®
Persamaan kedudukan di bidang ekonomi
untuk menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dan bersaing
sehat, efisien, produktif, berday saing, serta mengembangkan kehidupan yang
layak anggota masyarakat.
9
3. Bidang Hukum
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas
disebutkan bahwa negara menjamin warga negaranya tanpa membedakan ras, agama,
gender, golongan, budaya, dan suku.
4. Bidang Sosial-Budaya
Persamaan kedudukan di
bidang sosial-budaya di antaranya :
®
Memperoleh pelayanan kesehatan
®
Kebebasan mengembangkan diri
®
Memperoleh pendidikan yang bermutu
®
Memelihara tatanan social
c.
Contoh Perilaku yang Menampilkan Persamaan
Kedudukan Warga Negara
®
Menghargai dan menghormati kedudukan
individu dengan tidak menonjolkan perbedaan yang ada
®
Menjaga tali persaudaraan dalam suatu
lingkungan
®
Negara menjamin persamaan kedudukan
warga Negara, sehingga setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama
®
Tidak memicu konflik yang disebabkan
karena terlalu mengagung-agungkan atau membangga-banggakan agama/ras/golongan
pribadi
®
Mengakui dan memperlakukan manusia
sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
®
Tidak mengambil hak-hak milik orang
lain
2.2.2
Persamaan
Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan,
Budaya dan Suku
Berikut upaya-upaya menghargai
persamaan kedudukan warga negara :
®
Setiap kebijakan pemerintah hendaknya
bertumpu pada persamaan dan menghargai pluralitas.
10
®
Pemerintah harus terbuka dan membuka
ruang kepada masyarakat berperan serta dalam pembangunan nasional tanpa
membeda-bedakan antar sesama.
®
Produk hukum atau peraturan
perundang-undangan harus menjamin persamaan warga Negara.
®
Partisipasi masyarakat dalam politik
harus memperhatikan kesetaraan sara dan gender
Penerapan
prinsip persamaan kedudukan warga negara antara lain :
® Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain
® Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
® Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin kedudukan social, warna kulit dsb
® Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
® Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
® Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
® Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain
11
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Siapapun
warganya dan di mana pun negaranya, tentu ingin hidup aman dan sejahtera. Setiap
warga negara ingin agar hak-haknya dilindungi oleh negara tanpa membeda-bedakan
ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.
2. Secara
sosiologis, rakyat adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh rasa persamaan
dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Secara hukum, rakyat
merupakan warga negara dalam suatu negara yang memiliki ikatan hukum dengan
pemerintah.
3. Rakyat
di dalam suatu negara dapat dibedakan, berdasarkan hubungnya dengan daerah
tertentu di dalam suatu negara (penduduk dan bukan penduduk). Sedangkan berdasarkan
hubungannya dengan pemerintah negaranya, yaitu warga negara dan bukan warga
negara.
4. Adanya
ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan adalah sangat peting bagi
tiap warga negara, karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang apatride
dan yang bipatride. Ketentuan-ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak dan
kewajiban-kewajiban bagi warga negara dan bukan warga negara.
5. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegraan Republik Indonesia, bahwa
yang dimaksud orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang-orang Indonesia yang
menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain atas kehendak sendiri.
6. Hak
dan kewajiban warga negara Indonesia secara konstitusional telah dijamin di dalam
Undang-Undang Dasar. Beberapa acuan yang dapat kita pedomani sebagai bukti adanya
hak dan kewajiban warga negara Indonesia dapat dilihat pada peraturan yang berlaku.
12
7. Berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban dasar sebagai warga negara, penting untuk dipahami
dalam pelaksanaan demokrasi yang berdampak pada penyelenggaraan negara dan stabilitas
politik negara. Untuk itu, sebagai salah satu perwujudan pelaksanaan hak dan kewajiban
warga negara dalam berdemokrasi, setiap warga negara dituntut untuk menunjukkan
sikap positif dalam pengembangan nilai-nilai Demokrasi Pancasila.
8. Apabila
ada orang asing yang ingin menjadi warga negara Indonesia melalui proses naturalisasi,
ia harus mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman melalui kantor pengadilan
negeri setempat di mana ia tinggal atau Kantor Kedutaan Besar RI di luar
negeri.
9. Persamaan
merupakan perwujudan kehidupan di dalam yang saling menghormati dan menghargai
orang lain tanpa membeda-beda suku, agama, ras, dan golongan (SARA).
10. Mengigat
konstruksi yang dibangun oleh bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan
Indonesia bersumber dari keberagaman suku, agama, ras, dan golongan, maka sudah
menjadi kewajiban negara untuk mampu memberikan “jaminan persamaan hidup” dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3.2
Saran
Dengan
pemahaman kewarganegaraan yang baik maka kehidupan berbangsa dan bernegara akan
menjadi tentram dan jelas. Dan kita sebagai warga negara yang bertanggung jawab
terhadap masyarakat, bangsa dan negara hendaknya kita berusaha untuk
meningkatkan pengamalan prinsip serta nilai-nilai luhur bangsa terutama
memahami manusia yang pada dasarnya memiliki harkat dan martabat yang sama
sebagai mahluk ciptaan Tuhan, agar tercipta suatu keadilan dalam kehidupan
bernegara.
13
DAFTAR
PUSTAKA
Budiyanto, Drs.
MM., “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas X, Jilid 1”, Jakarta, Erlangga,
2006.
15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar