BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi
adalah sistem pemerintahan yang mengacu kepada rakyat, menyebabkan pemerintahan
suatu negara dipegang oleh rakyat. Sebagai warga negara Indonesia yang menganut
sistem pemerintahan ini, ada baiknya jika kita mengetahui sejarah dan
macam-macam demokrasi.
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai demokrasi, mulai dari asal mulanya
hingga perkembangannya yang cukup pesat dalam beberapa abad, serta praktek
pelaksanaannya dalam negara-negara khususnya Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dirumuskan dalam makalah ini, antara lain :
a.
Apakah itu demokrasi?
b.
Bagaimana demokrasi dapat berkembang dari zaman ke zaman?
c.
Apa yang menyebabkan demokrasi banyak dianut oleh
berbagai negara?
d.
Apakah sistem pemerintahan di Indonesia sudah menganut
demokrasi sejak dulu?
C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a.
Untuk mengetahui asal-usul demokrasi.
b.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan demokrasi dari
zaman ke zaman.
c.
Memberi materi lanjutan mengenai demokrasi yang tidak
sempat didapat sewaktu SMA.
d.
Sebagai tugas Civic Education.
BAB II
ISI
A. Pengertian Demokrasi
SecaraBahasaartidemokrasiberasaldaridua kata, yaitudemos yang berartirakyat, dankratos/cratein yang berartipemerintahan.
Isitilah “demokrasi” berasaldariYunaniKunopadaabad ke-5
SM.
Demokrasimerupakanbentukataumekanismesistempemerintahansuatunegarasebagaiupayamewujudkankedaulatanrakyat
(kekuasaanwarganegara) atasnegarauntukdijalankanolehpemerintahnegaratersebut.
Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh, dan
untuk rakyat.
Untuk memperjelas, di bawah ini ada beberapa pengertian demokrasi yang
dikemukakan oleh para pakar dalam bidangnya :
a.
“Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak
untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara
melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada
mereka melalui proses pemilihan yang bebas.” – International Commision of Jurist.
b.
Affan
Gaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk, yakni secara
normatif (demokrasi ideal yang hendak dilakukan sebuah negara) dan empirik
(demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
c.
“Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional
untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan
untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.” – Joseph A. Schmeter.
d.
“Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa.” – Sidney Hook.
e.
B. Perkembangan Demokrasi
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan, dalam bentuk klasik sudah digunakan
sejak zaman Yunani Kuno (abad 5 SM). Pada masa itu, Yunani dengan kotanya,
Polis, telah mempraktikan pemerintahan dengan partisipasi langsung rakyat dalam
membicarakan persoalan pemerintah. Gagasan demokrasi Yunani Kuno mulai hilang
dari muka dunia Barat saat bangsa Romawi dikalahkan oleh suku bangsa Eropa
Barat dan benua Eropa memasuki Abad Pertengahan (abad 6-14).
Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feodal
(hubungan antara vassal dan lord), kehidupan spiritualnya dikuasai
oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya, pelaksanaan sistem demokrasi
mengalami kemunduran karena banyak berkembang praktik-praktik tirani (kekuasaan
yang semena-mena), oligarki (pemerintahan dipegang oleh kelompok elit), dan
diktator.
Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan
suatu dokumen penting, yakni Magna Charta
(Piagam Besar) (1215). Merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan
Raja John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa
mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dari bawahannya
sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya.
Pada permulaan abad ke-16, di Eropa Barat muncul negara-negara nasional
dalam bentuk modern. Terbentuk pula dua aliran, yakni Renaissance (1350-1600)
yang berpengaruh di Eropa Selatan khususnya Italia, dan Reformasi (1500-1650)
yang berpengaruh di Eropa Utara khususnya di Jerman dan Swiss. Pada zaman
Renaissance, ajaran demokrasi bangkit kembali dengan pertimbangan-pertimbangan
berikut :
a.
Rakyat tidak senang dengan praktik-praktik yang
sewenang-wenang dari penguasa.
b.
Rakyat menuntut persamaan hak dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya.
c.
Pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep atau
teori-teori demokrasi yang mengarah pada prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesustraan
dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan.
Aliran ini membelokkan perhatian yang sebelumnya hanya untuk tulisan keagamaan
ke arah soal-soal keduniawian dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandangan
baru. Reformasi dan perang-perang agama yang muncul mengakibatkan timbulnya
gagasan yang menyatakan perlunya garis pemisah yang tegas antara soal-soal
agama dan keduniawian, dinamakan ‘Pemisah antara Gereja dan Negara’.
Tujuan dari dua aliran (Renaissance dan Reformasi) tersebut adalah
mempersiapkan orang Eropa Barat untuk menyelami masa Aufklǎrung (Abad Pemikiran) beserta Rasionalisme, suatu aliran
pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang
ditentukan Gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal semata-mata. Timbullah
gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh diselewengkan
oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja.
Monarki-monarki absolut ini telah muncul dalam masa 1500-1700, sesudah
berakhirnya Abad Pertengahan. Raja-raja absolut menganggap diri mereka berhak
atas tahta berdasarkan konsep Hak Suci Raja (Divine Right of Kings). Kecaman-kecaman yang dilontarkan terhadap
gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah yang mulai
berpengaruh berkat majunya kedudukan ekonomi dan mutu pendidikannya.
Pendobrakan ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang dikenal
sebagai social contract (kontrak
sosial). Salah satu gagasannya adalah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang
timbul dari alam yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal.
Filsuf-filsuf yang mencetuskan gagasan kontrak sosial antara lain John
Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689-1755).
Menurut John Locke, hak-hak politik mencakup atas hak hidup, hak kebebasan, dan
hak untuk memiliki (life, liberty, and
property). Sedangkan Montesquieu menyusunnya menjadi Trias Politica. Ide-ide bahwa manusia memiliki hak-hak politik
menimbulkan revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, serta Revolusi Amerika
melawan Inggris.
Sesudah Perang Dunia II, timbul gejala bahwa secara formal demokrasi
merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut suatu penelitian yang
diselenggarakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 maka :
“Probably
for the first time in history democracy is claimed as the proper ideal
description of all systems of political and social organizations advocated by
influental proponents (Mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi
dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem
organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang
berpengaruh).”1
Akan tetapi, UNESCO juga menarik kesimpulan bahwa ide demokrasi dianggap
memiliki berbagai pengertian, sekurang-kurangnya ada ketidaktentuan mengenai :
“Either
in the institutions or devices employed to effect the idea or in the cultural
or historical circumstances by which word, idea, and practice are conditioned (Lembaga-lembaga
atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan
kultural secara historis yang memengaruhi istilah, ide, dan praktek
demokrasi).”2
1. Demokrasi Konstitusional Abad ke-19 : Negara Hukum Klasik
Sebagai akibat dari keinginan untuk menyelenggarakan hak-hak politik secara
efektif, timbullah gagasan bahwa cara terbaik untuk membatasi kekuasaan
pemerintah ialah dengan suatu konstitusi, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Konstitusi itu harus menjamin hak-hak politik dan mengadakan pembagian
kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi oleh
kekuasaan parlemen dan lembaga hukum. Gagasan ini disebuk konstitusionalisme,
sedangkan negara yang menganut gagasan ini disebut Constitutional State atau Rechtsstaat.
“Constitutionalism is a idea which
states that government is a set of activities organized and operated on behalf
of the people but subject to a series of restraints which attempt to ensure
that the power which is needed for such governance is not abused by those who
are called upon to do the governing (Konstitusionalisme adalah gagasan
bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas
nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk
memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak
disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah).”3
– Carl J. Friedrich.
Pada abad ke-19 dan permulaan abad
ke-20, gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapat perumusan yuridis.
Ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1904) dan
Friedrich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat,
sedangkan ahli Anglo Saxon
(negara-negara maritim yang terletak di Eropa) seperti A.V. Dicey memakai
istilah Rule of Law.
Empat Unsur Rechtsstaat menurut Stahl :
a.
Hak-hak manusia
b.
Pemisahan dan pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak
itu (di negara-negara Eropa Kontinental biasanya disebut Trias Politica)
c.
Pemerintah bedasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur)
d.
Peradilan administrasi dalam perselisihan4
Unsur-unsur Rule of Law oleh A.V.
Dicey dalam Introduction to the Law of
the Constitution mencakup :
a.
Supremasi aturan-aturan hukum; tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar
hukum.
b.
Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum. Dalil ini
berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c.
Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang serta
keputusan-keputusan pengadilan. 5
Negara bersifat pasif dan hanya bergerak di bidang politik, baru bergerak
apabila hak-hak manusia dilanggar atau ketertiban dan keamanan umum terancam.
Maka dari itu sering disebut “Negara Hukum Klasik”.
2. Demokrasi Konstitusional Abad ke-20 : Rule of Law yang Dinamis
Dalam abad ke-20, terutama setelah Perang Dunia II, terjadi perubahan
sosial dan ekonomi yang sangat besar, disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain banyaknya kecaman terhadap ekses-ekses dalam industrialisasi dan sistem
kapitalis; tersebarnya paham sosialisme yang menginginkan pembagian kekayaan
secara merata serta kemenangan dari beberapa partai sosialis di Eropa, dan
pengaruh aliran ekonomi yang dipelopori ahli ekonomi Inggris, John Maynard
Keynes (1883-1946).
Gagasan bahwa pemerintah tidak
boleh ikut campur dalam bidang sosial maupun ekonomi berubah menjadi gagasan
bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya
harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial.
Sesuai dengan gagasan ini, perumusan yuridis mengenai negara hukum klasik
seperti yang diajukan oleh A. V. Dicey dan Immanuel Kant pada abad ke-19 juga
ditinjau kembali dan dirumuskan sesuai dengan tuntutan abad ke-20. International Commission of Jurists yang
merupakan suatu organisasi hukum internasional dalam konferensinya di Bangkok
tahun 1965 memperluas konsep mengenai Rule
of Law, dan menekankan apa yang dinamakannya the dynamic aspects of the Rule of Law in the modern age.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di
bawah Rule of Law adalah :
a.
Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi,
selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
b.
Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
c.
Pemilihan umum yang bebas.
d.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
e.
Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
f.
Pendidikan kewarganegaraan.6
Menurut International Commission of
Jurists dalam konferensinya di Bangkok, perumusan yang paling umum mengenai
sistem politik yang demokratis adalah :
“A form of government where the
citizens exercise the same right (the right to make political decisions), but
through representatives chosen by them and responsible to them through the
process of free elections (Suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk
membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui
wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka
melalui suatu pemilihan yang bebas.”7
Demokrasi didasari oleh nilai. Dalam bukunya yang berjudul An Introduction to Democratic Theory,
Henry B. Mayo mengemukakan nilai-nilai demokrasi :8
a.
Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara
melembaga.
b.
Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam
suatu masyarakat yang sedang berubah.
c.
Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
d.
Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
e.
Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
f.
Menjamin tegaknya keadilan.
C. Demokrasi Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Masalah pokok
yang dihadapi adalah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola
budayanya mempertinggi kehidupan ekonomi di samping membina kehidupan sosial
dan politik yang demokratis.
Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi Indonesia dapat dibagi dalam
empat masa, yaitu :
a.
Masa Republik Indonesia I (1945-1959), atau disebut juga
Demokrasi Parlementer.
b.
Masa Republik Indonesia II (1959-1965), yaitu masa
Demokrasi Terpimpin.
c.
Masa Republik Indonesia III (1965-1998), yaitu masa
Demokrasi Pancasila.
d.
Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa
Reformasi.
1. Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan dan diperkuat oleh UUD 1949 dan 1950 rupanya kurang cocok untuk
Indonesia meskipun dapat berjalan dan memuaskan negara Asia lain.
UUD 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer di mana badan eksekutif
dan menteri-menterinya mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi
partai-partai politik, setiap kabinet berdasarkan koalisi yang berkisar pada
satu atau dua partai besar dengan beberapa partai kecil.
Umumnya, kabinet dalam masa pra pemilu yang diadakan pada tahun 1955 tidak
bertahan lebih lama dari delapan bulan, dikarenakan partai-partai dalam koalisi
tidak segan-segan menarik dukungannya sewaktu-waktu. Akhirnya pemilu 1955 tidak
mencapai hasil yang diharapkan dan tidak dapat meredakan perpecahan antara
pemerintah pusat dengan beberapa daerah.
Pada akhirnya, Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang
menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian, masa demokrasi
berdasarkan sistem parlementer berakhir.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Ciri-ciri periode ini adalah dominasi dari presiden, terbatasnya peranan
partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI
sebagai unsur sosial-politik.
Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari
jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat.
UUD 1945 membuka kesempatan bagi presiden untuk bertahan sekurang-kurangnya
lima tahun. Akan tetapi Tap MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno
sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu ini.
Keputusan Presiden pada tahun 1964, yakni presiden dapat ikut campur dalam
pengadilan, merupakan salah satu contoh tindakan menyimpang terhadap ketentuan
UUD. Ada pula, pada tahun 1960, Ir. Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu,
padahal dalam penjelasan UUD 1945, dijelaskan bahwa presiden tidak dapat
berbuat demikian.
G30S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk dimulainya
masa Demokrasi Pancasila.
3. Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Landasan formal dari periode ini adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, dan Tap MPRS.
Tap MPRS No. III/1963 yang menetapkan pengangkatan Ir. Soekarno sebagai
presiden seumur hidup telah dibatalkan dan kembali menjadi jabatan elektif
selama lima tahun. Tap MPRS No. XIX/1966 telah menentukan ditinjaunya kembali
produk-produk legislatif dari masa Demokrasi Terpimpin dan atas dasar itu
Undang-Undang No. 19/1964 telah diganti dengan suatu undang-undang baru (No.
14/1970) yang menetapkan kembali asas kebebasan badan-badan pengadilan.
Perkembangan lebih lanjut menunjukkan peranan presiden yang semakin besar.
Secara lambat laun, tercipta pemusatan kekuasaan di tangan presiden karena
Presiden Soeharto telah menjelma menjadi seorang tokoh yang paling dominan
dalam sistem politik Indonesia. Keberhasilan penumpasan G30S/PKI dan kemudian membubarkan
PKI dengan Surat Perintah 11 Maret (Super Semar) memberikan peluang bagi beliau
untuk tampil sebagai tokoh paling berpengaruh di Indonesia.
Masa Republik Indonesia III menunjukkan keberhasilan dalam menyelenggarakan
pemilu, antara lain pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dari
awal, Orde Baru memang menginginkan pemilu. Sesuai dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Pemilu pada tahun 1969, sesuai dengan slogan awalnya yakni
melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
4. Reformasi (1998-sekarang)
Langkah terobosan yang dilakukan pada masa ini adalah amandemen UUD 1945
yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun
(1999-2002). Amandemen UUD 1945 memperkenalkan pemilu untuk memilih presiden
dan wakil presiden secara langsung. Pilpres pertama dilakukan pada tahun 2004
setelah pemilu untuk lembaga legislatif.
Langkah selanjutnya adalah pilkada yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres pada tahun 2004 merupakan tonggak
sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern, karena
terpilihnya presiden dan wakil presiden serelah didahului oleh terpilihnya
anggota-anggota DPR, DPD, dan DPRD. Memang benar bahwa demokratisasi merupakan
proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak pernah
terwujud secara tuntas. Namun dengan adanya perubahan-perubahan tersebut,
demokrasi di Indonesia telah memiliki dasar yang kuat untuk berkembang.
D. Model-Model Demokrasi
a.
Menurut Sklar, ada lima model demokrasi :
i. Demokrasi Liberal, pemerintahan
dibatasi oleh UU dan pemilu yang bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang
lama.
ii. Demokrasi Terpimpin, para pemimpin
percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya rakyat, tapi menolak pemilu
sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan.
iii. Demokrasi Sosial, demokrasi yang
menaruh kepedulian kepada keadilan sosial sebagai persyaratan untuk memperoleh
kepercayaan politik.
iv. Demokrasi Partisipasi, menekankan
hubungan timbal-balik antara penguasa dan yang dikuasai.
v. Demokrasi Konsociational, menekankan
proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan pada kerja sama
yang erat di antara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.
b.
Menurut Inu Kencana, dilihat dari segi pelaksanaannya,
ada dua model demokrasi :
i. Demokrasi Langsung, terjadi bila
rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara secara langsung.
ii. Demokrasi Tidak Langsung, terjadi bila
rakyat membutuhkan lembaga perwakilan atau tidak berhadapan langsung dengan pihak
eksekutif dalam mewujudkan kedaulatannya.
c.
Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan atas:
i. Demokrasi Konstitusional (Demokrasi Liberal), adalah
sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah.
ii. Demokrasi Rakyat (Demokrasi Proletar),adalah
demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi.
E. Nilai-Nilai Demokrasi
Merupakan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan
demokratis. Antara lain :
a.
Kebebasan Berpartisipasi
i. Pemberian
suara dalam pemilu
ii. Kontak
dengan pejabat/pemerintah
iii. Melakukan
protes terhadap lembaga atau pemerintah
iv. Mencalonkan
diri dalam pemilihan umum
b.
Kesetaraan Antarwarga
c.
Kesetaraan Gender
d.
Kedaulatan Rakyat
e.
Rasa Percaya
f.
Kerja Sama
g.
Pertumbuhan Ekonomi
h.
Pluralisme
i.
Negara dan Masyarakat
j.
Kebebasan Menyatakan Pendapat
k.
Kebebasan Berkelompok.
F. Unsur Penegak Demokrasi
a.
Negara
Hukum, istilahnya berasal dari Rechtsstaat dan Rule of Law.
Konsepnya, negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui
lembaga peradilan yang bebas dan tidak memihak dan penjaminan HAM.
i. Ciri-cirinya
:
1.
Adanya jaminan perlindungan HAM
2.
Adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan
3.
Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara
4.
Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri
ii. Macam-macamnya
:
1.
Negara
Hukum Formal, negara hanya bertugas menjaga ketertiban dan keamanan
dalam masyarakat
2.
Negara
Hukum Material, negara selain bertugas menjaga ketertiban dan keamanan
dalam masyarakat, juga mewujudkan kesejahteraan rakyat
b.
Masyarakat
Madani, dicirikan dengan masyarakat yang terbuka, bebas dari
pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, kritis, dan berpartisipasi aktif.
c.
Infrastruktur
Politik (Parpol), terdiri dari lima komponen, yaitu :
i. Partai Politik (Political Party), merupakan
struktur kelembagaan politik yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai,
dan cita-cita yang sama, yakni memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik untuk mewujudkan visinya. Menurut Miriam Budiardjo, partai
politik mengemban beberapa fungsi, yaitu :
1.
Sebagai sarana komunikasi politik
2.
Sebagai sarana sosialisasi politik
3.
Sebagai sarana rekrutmen kader dan anggota politik
4.
Sebagai sarana pengatur konflik
ii. Kelompok Gerakan, dikenal sebagai
ormas merupakan sekumpulan orang yang berhimpun dalam satu wadah organisasi
yang berorientasi pada pemberdayaan warganya.
iii. Kelompok Penekan (Kelompok Kepentingan), adalah
sekelompok orang dalam sebuah organisasi yang berdasarkan kriteria
profesionalisme dan keilmuan tertentu.
d.
Pers yang
Bebas dan Bertanggung Jawab, memegang peranan yang amat penting dalam proses
transisi menuju demokrasi, seperti :
i. Memberikan
pendidikan politik rakyat
ii. Sebagai
sarana komunikasi timbal-balik antara masyarakat dengan pemerintah
iii. Mendorong
partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam perumusan kebijakan publik.
G. Hakikat Budaya Demokrasi
a.
Prasyarat Utama
Gabriel Almond menguji hipotesis
bahwa ada kaitan antara keberhasilan demokratisasi suatu bangsa dan keberadaan
kultur dan struktur sosial politik yang demokratis, menyimpulkan :
i. Kultur
demokrasi adalah kultur campuran antara kebebasan atau partisipasi di satu
pihak dan norma perilaku di pihak lain
ii. Kultur
demokrasi bersumber pada kultur masyarakat umum, yakni mengandung social trust yang tinggi dan civicness.
iii. Kultur
demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis masyarakat madani
iv. Seberapa
jauh masyarakat memegang kultur demokrasi sangat bergantung pada perilaku
pemerintah dalam berdemokrasi
b.
Tahap-Tahap Pengembangan
i. Tahap Pertama, pengembangan institusi yang
demokratis
ii. Tahap Kedua, mewujudkan sikap individu yang
mendukung demokrasi
iii. Tahap Ketiga, mewujudkan struktur sosial dan
kultur politik yang demokratis
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi telah ada sejak lama, dan prakteknya terus dikembangkan hingga
saat ini untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Telah terbukti
bahwa Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang lebih baik dari segala macam
sistem lainnya. Bahkan sistem pemerintahan kerajaan absolut seperti yang dianut
oleh Inggris dan Belanda sudah memiliki unsur demokrasi dalam sistemnya.
Meskipun praktek demokrasi di Indonesia belum menemui titik terang atau
titik puncaknya, namun dengan fondasi yang kuat dan dengan segala pengalaman
politik dan sosial dalam masyarakat, dapat dipastikan bahwa sistem pemerintahan
di Indonesia masih dapat berkembang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008.
2.
Tim Edukatif HTS. Modul
Kewarganegaraan Kelas XI. Surakarta: CV Hayati Tumbuh Subur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar