Good Governance



Tata laksana pemerintahan yang baik
Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna - namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalah-gunaan kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan.
Karakteristik dasar tata laksana pemerintahan yang baik
Tata laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan delapan karakteristik dasarnya yaitu:
  1. Partisipasi aktif
  2. Tegaknya hukum
  3. Transparansi
  4. Responsif
  5. Berorientasi akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat
  6. Keadilan dan perlakuan yang sama untuk semua orang.
  7. Efektif dan ekonomis
  8. Dapat dipertanggungjawabkan
Berlakunya karakteristik-karakteristik diatas biasanya menjadi jaminan untuk:
  • Meminimimalkan terjadinya korupsi
  • Pandangan minoritas terwakili dan dipertimbangkan
  • Pandangan dan pendapat kaum yang paling lemah didengarkan dalam pengambilan keputusan.
Good governance à tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Indikator pemerintahan yang baik adalah jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya, kesejahteraan spiritualitasnya terus meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia serta sense of nationality yang baik.
Prinsip-prinsip Good Governance.
  1. Partisipasi (Participation) à Semua warga berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
  2. Penegakan Hukum (Rule of Law) à Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa diimbangi oleh sebuah hukum dan penegakkannya yang kuat, partisipasi akan berubah menjadi proses politik yang anarkis.

Karakter dalam menegakkan rule of law:
  1. Supremasi hukum (the supremacy of law);
  2. Kepastian hukum (legal certainty);
  3. Hukum yang responsif;
  4. Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminasi;
  5. Independensi peradilan.
3.      Transparansi
Salah satu yang menjadi persoalan bangsa di akhir masa orde baru adalah merebaknya kasus-kasus korupsi yang berkembang sejak awal masa rejim kekuasaannya. Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak transparan.
Aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan. Setidaknya ada 8 aspek yaitu:
  1. Penetapan posisi, jabatan atau kedudukan
  2. Kekayaan pejabat publik
  3. Pemberian penghargaan
  4. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
  5. Kesehatan
  6. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
  7. Keamanan dan ketertiban
  8. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4. Responsif (Responsiveness)
Pemerintah harus peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat.
5. Orientasi Kesepakatan (Consencus Orientation)
Pengambilan putusan melalui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan bersama.
6. Keadilan (Equity)
Kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan
7. Efektifitas (Effectiveness) dan Efisiensi (Efficiency)
Agar pemerintahan efektif dan efisisen, maka para pejabat perancang dan pelaksana tugas-tugas pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dari masyarakat, secara rasional dan terukur.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya delegasi dan kewenangan untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka, setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat.
8. Visi Strategis (Syrategic Vision)
Pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan good governance, karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologinya yang begitu cepat.
Langkah-langkah perwujudan Good Governance
  1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
  2. Kemandirian Lembaga Peradilan
  3. Aparatur Pemerintahan yang Profesional dan Penuh Integritas
  4. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
  5. Penguatan Upaya Otonomi Daerah
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Government Governance)

Partisipasi

Partisipasi adalah kunci bagi terciptanya dan berjalannya pemerintahan yang diharapkan berdasarkan peran, kewenangan, dan tanggungjawab, baik rakyat atau individu pelaksana dalam pemerintahan maupun seluruh rakyat yang harus memiliki partisipasi langsung maupun tidak langsung dalam proses pelaksanaan pembangunan yang bertanggungjawab. Tingkat partisipasi setiap individu atau pun masyarakat dalam memberikan kontribusinya tergantung sejauh mana peran dan fungsi masyarakat dilibatkan dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Keterlibatan masyarakat secara langsung turut menggambarkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan yang sedang berjalan, sebaliknya jika sikap apatis yang mendominasi karakter masyarakat, maka proses pemerintahan akan mengalami kendala dalam optimalisasi pelaksanaannya.

Konsensus

Pemerintahan yang terdiri dari aparatur dan rakyat memerlukan suatu kesepakatan bersama untuk mencapai tujuan utama pelaksanaan roda pemerintahan dengan visi dan misi yang jelas. Penetapan visi dan misi bersama antara pemerintah dan rakyat ini akan membawa ke arah suatu tindakan atau kegiatan yang dilaksanakan akan saling menunjang. Hal ini baru dapat dicapai bilamana pada saat yang bersamaan Pemerintah dan rakyat juga harus mau memahami tanggung jawab dan kewenangan pihak lain. Pemerintah mengerti akan hak dan kewajibannya, begitu juga dengan rakyat juga harus mampu memberikan kewajibannya.

Akuntabilitas

Kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan oleh rakyat dan diterima serta dilaksanakan oleh pemerintah haruslah dipertanggungjawabkan secara memadai. Pertanggungjawaban/akuntabilitas yang memadai dari pemerintah akan meningkatkan kepercayaan dari rakyat. Akuntabilitas yang dapat diuji dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat mencerminkan proses pelaksanaan pemerintahan berjalan pada rel dan koridor yang benar sesuai dengan harapan dari rakyat.

Transparan

Transparan berarti seluruh keputusan dan kebijakan yang yang dipilih dan diterapkan oleh Pemerintah harus dilakukan dengan langkah dan cara yang sesuai dengan ketentuan/peraturan yang ada. Pelaksanaan roda pemerintahaan harus didukung dengan keterbukaan informasi kepada publik/rakyat, tidak ada yang ditutup tutupi dalam pelaksanaan pembangunan, semua disampaikan secara transparan kepada rakyat dengan memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku tentunya.

Responsif

Good government memerlukan bagian dan proses yang memberikan pelayanan seluruh stakeholders dalam jangka waktu yang logis. Artinya pemerintah sebagai pelaksana pemerintahan harus dapat bergerak dengan cepat/responsif terhadap kebutuhan rakyat. Pemerintah menampung dan menjalankan aspirasi rakyat dengan maksimal. Optimalisasi pelayanan yang diberikan oleh pemerintah memberikan manfaat dengan dukungan dan partisipasi yang besar dari rakyat demi tercapainya tujuan pelaksanaan pembangunan.

Efektif dan Efisiensi

Good goverment juga berarti bahwa pelaksanaan pembangunan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah harusnya secara selektif dan efisien. Pelaksanaan program dengan memperhatikan efektivitasnya, sehingga yang diharapkan adalah bahwa program yang direncanakan dan dilaksanakan tersebut tepat sasaran dan memberikan manfaat secara langsung. Efisien bermakna bahwa setiap program pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah haruslah benar-benar memberikan manfaat yang tepat sesuai dengan yang direncanakan.

Perlakuan Sama

Good government juga berarti seluruh rakyat dan memperoleh perlakuan yang sama oleh pemerintah baik disegala bidang dalam batas kewenangan dan tanggung jawabnya. Pemberian hak-hak yang sama dan perlakuan ini memerlukan keterbukaan, sehingga setiap elemen dalam masyarakat merasakan bahwa perlakuan yang fair telah diberlakukan dengan tepat, tanpa pandang bulu.

Kebijaksanaan

Good government memerlukan kerangka kebijakan yang fair yang diterapkan tanpa keberpihakan. Penerapan kebijakan pemerintah yang tidak bias memerlukan lembaga yang ada di masyarakat untuk menjadi pengawas atas penerapan kebijakan tersebut. Sehingga dengan pengendalian dan pengawasan yang memadai turut memberikan kontrol terhadap keberhasilan pelaksanaan program yang diusung pemerintah.

Simpulan

Good goverment merupakan bukan suatu hal yang mustahil dan hanya berupa konsepsi diatas meja, tapi pemerintahan yang baik merupakan suatu hal yang sangat mungkin diciptakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat pusat dan daerah. Implementasi Good Government Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik harus dilaksanakan secara konkret sehingga dapat memberikan manfaat pada seluruh pihak yang berkepentingan dengan pemerintahan. Prinsip Good Government Governance perlu diwujudkan secara nyata ke dalam instrumen yuridis yang berlaku dalam pemerintahan diantaranya meliputi :asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), peran, wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah, serta fungsi audit; standar mutu pelayanan kepada masyarakat, pengembangan pola hubungan pegawai dan sebagainya.

Kepemimpinan nasional yang memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat menjadi poin utama pelaksanaan Good Government Governance, dengan dukungan pemimpin yang mumpuni, komitmen yang tinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak mustahil Provinsi Sumatera Utara akan menjadi pionir keberhasilan penerapan Good Government Governance di Indonesia.Mudah-mudahan.***

Good Governance dalam Pembentukan Undang-undang
Dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak cukup hanya menyandarkan pada asas doelmatigheid atau asas oportunitas, tetapi harus disesuaikan juga dengan prinsip supremasi hukum dan mempertimbangkan asas legalitas hukum (rechtmatigheid).

Sutiap Perundang-undangan baik secara formal maupun substansial tidak boleh melanggar asas-asas kaidah hukum yang mendasar dan tidak boleh juga bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya, ataupun tidak bertentangan dan tidak melampaui/melebihi peraturan dasarnya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perudang-undangan yang baik yang meliputi:
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan; dan
g. Keterbukaan.
Pasal 6
(1) Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung asas
a. pengayoman;
b. kemanusian;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau.
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan ymg bersangkutan.

Penjelasan Pasal 5

Pasal 5
Huraf a
Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan. Perundang-undangannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan

Penjelasan Pasal 6

Pasal 6
Ayat (1),
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”, antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

Pasal 5 huruf a tentang asas Kejelasan Tujuan yang bunyi penjelasannya adalah :

” Setiap pembuatan peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai”

Pasal 5 huruf d tentang asas dapat Dilaksanakan yang bunyi penjelasannya adalah :

” Setiap pembuatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan Perundang-undangan tersebut adalah masyarakat baik secara yuridis, fhilosopis maupun sosiologis

Pasal 5 huruf e tentang asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan

”Setiap peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”

Pasal 5 huruf g tentang asas Keterbukaan

” Bahwa dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan dalam proses pembuatan peraturan Perundang-undangan”

Asas materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang termaktub dalam pasal 6 huruf j tentang asas keseimbangan, Kesesuaian dan keselarasan yang maksudnya dalam penjelasan UU ini adalah ”Setiap materi muatan Peraturan Peundang-Undangan harus mencerminkan keseimbangan, kesesuaian dan keselarasan antara kepentingan indovidu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara”.

Pasal 53 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang bunyinya :

” Masyarakat berhak untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan Undang-Undang dan Rancangan Perda.”

Tidak ada komentar: